Bagiku, ulang tahun bukan merupakan suatu hal untuk
dirayakan tapi untuk berefleksi diri atas apa yang kita lakukan tahun
sebelumnya diteruskan dengan resolusi tahun yang baru.
“We are no
longer a child; we have grown up and have to be mature”
Tepat 22 tahun yang lalu tepat pada tanggal ini
seorang bayi terlahir dari rahim seorang ibu. Jumat Legi, 22 tahun silam.
Ibuk, begitu aku
memanggilnya. Ibuk laksana oase di padang pasir dan pelita di tengah kegelapan.
Ibuk senantiasa memancarkan sinarnya yang nyata tak pernah padam. Diajarkannya
padaku apa – apa yang aku dahulu buta. Diperdengarkannya segala doa dan harapan
untukku bila beranjak dewasa kelak. Kata ibuk dulu waktu aku masih kecil aku
nakal sekali. Saat aku tidak mendapatkan barang yang aku inginkan aku selalu
merengek bahkan hingga menangis. Ketika aku beranjak dewasa, aku tersadar bahwa
apa yang diajarkan ibuk sungguhlah berharga. Ku dapati bahwa hanya dengan
merengek saja terhadap kehidupan kita tidak akan mendapat apa – apa bila tanpa
suatu usaha. Hal itu juga mengajariku bahwa tidak semua hal yang kita inginkan
itu bisa kita dapatkan karena di balik itu semua, Allah punya rencana lain. Aku
senantiasa membayangkan betapa susahnya ibuk membesarkanku hingga seusia ini.
Pasti menjadi suatu perjuangan berat baginya yang nyata tidak pernah beliau
keluhkan sedikitpun.
Bapak, begitu aku
memanggilnya. Beliau laksana perisai di tengah keluarga kami. Kegigihannya
dalam menapaki kehidupan menjadi sebuah pelajaran nyata tentang ketegaran dalam
sebuah perjuangan. Dulu, Bapak sering memarahiku ketika aku nakal bahkan sampai
aku menangis. Namun, oleh karenanya aku belajar ketegaran. Ya, ketegaran dan
keberanian yang menjadi perisai batin dan ragaku. Harapan agar kelak aku
menjadi anak yang baik senantiasa Bapak panjatkan.
Adek, begitu aku
memanggilnya. Dia adalah malaikat kecilku yang tak pernah ingin menyusahkan
orang tua. Bahkan untuk SPP sekolah. Terkadang, di saat ibuk belum ada uang
diam – diam adekku menyisihkan sebagian uang sakunya di bawah kasur. Tak pernah
adek mengeluh minta jajan. Saat diajak makan di luar saja adekku pasti menolak
kecuali saat benar-benar ada rejeki. Seorang pria yang ga pernah neko – neko minta
ini dan itu.
Saat aku lulus SMA aku
gatau harus kemana, bukannya aku tidak bercita-cita. Dengan alasan keuangan
kala itu membuatku terpaksa mengurungkan niatku untuk menduduki bangku
perkuliahan. Karena suatu hal uang yang disediakan orangtua ku untuk kuliah
hilang. aku hanya mendaftar di 3 universitas. 2 diantanyanya adalah universitas
kedinasan dan 1 universitas swasta. Hanya universitas swasta yang masih
menerimaku. Namun, ternyata aku hanya mendapatkan beasiswa partial dan
mengingat biaya SPP yang masih mahal akhirnya aku tidak jadi kuliah disitu.
Akhirnya aku memutuskan untuk off setahun
dan berniat untuk mendaftar beasiswa ke Jepang. Sayangnya aku tidak diterima,
mungkin karena nilaiku hanya pas pasan karena aku tergolong murid yang biasa –
biasa aja kala SMA bila dibandingkan dengan SD dan SMP. Aku hanya menyukai
bahasa jepang dan tak ada satupun mata pelajaran yang aku sukai saat duduk di
bangku SMA.
Suatu berkah ketika aku
tidak sengaja melihat pembukaan mahasiswa baru di SSE. Ya, memang bukan
beasiswa melainkan student financing.
Hal itu bukanlah sebuah masalah, malahan aku bersyukur karena kedua orang tuaku
tidak mengeluarkan biaya kuliah sepeserpun untukku. Tak pernah terfikir
sedikitpun olehku bahwa aku akhirnya bisa kuliah tanpa membebani orang tuaku.
Teringat ibuk pernah
berkata: berdoa dan bersyukurlah dalam menjalani kehidupan karena Allah ga
pernah tidur.
Aku teringat surat Ar-Rahman yang artinya: "Dan ni’mat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
Pertolongan Allah
selalu datang tepat pada waktunya.
Kini aku duduk di
tingkat 3 bangku kuliah, September nanti sudah masuk tingkat akhir. Aku yang
dulu sangat membenci bahasa inggris bahkan waktu SMA remidi melulu pas bahasa
Inggris menjadi sangat menyukai bahasa inggris meskipun belum bisa mengalahkan
kesukaanku terhadap bahasa Jepang. Aku mengambil jurusan pendidikan bahasa inggris.
Tak pernah terlintas dalam benakku bahwa akhirnya aku mengambil jurusan ini
terlebih menjadi seorang guru. Pengalaman verbal
bullying saat SD dan SMP membuatku
ingin memperbaiki pendidikan di sekolah. Hal itu menjadikanku cenderung pendiam
ketika SMA. Aku terlalu membatasi pergaulanku karena aku merasa minder dan
takut. Seorang guru seharusnya bisa memperhatikan murid – muridnya dan perilaku
mereka di sekolah, bukan hanya sekedar mengajar pelajaran. Mereka butuh
perlindungan dan motivasi. Seorang murid punya rasa takut dan tidak aman
terhadap teman-temannya ataupun dikarenakan masalah lainnya.
Selain itu, meskipun
tulisanku masih jauh dari sempurna, aku berharap bisa menjadi penulis novel
ataupun editor kelak.
Semuanya berubah ketika
aku duduk di bangku kuliah. Aku mulai membuka diriku untuk mengenal orang lain.
Aku memiliki sahabat – sahabat baik yang senantiasa ada untukku. Dina, Lia,
Indri, Ilma, Dyah, dan Wira memberiku cahaya baru dalam melalui kehidupan
perkuliahan. Meskipun kami terkadang bertengkar dikarenakan hal – hal kecil
tapi justru hal tersebut yang membuat kami sama – sama belajar dan belajar
bersikap dewasa. Hanya dengan orang – orang ini aku bisa bersikap menjadi
diriku sendiri. Aku banyak belajar dari mereka. Dina, Lia, dan Dyah yang ceria
terus Ilma dan Wira yang dengan sifat keibuannya selalu dengerin curhatan aku
pas galau, makasih ya :’). Terus buat temen – temen kos an Mbak Ika, Mbak Woro,
Mbak Jenny, dan Teh Susi yang kocak, ceria, dan bijaksana, terima kasih udah
2,5 tahun jadi keluarga kecil aku juga.
Ibuk dan bapak, maaf ya
belum bisa jadi anak yang membanggakan orang tua. Buk, pak doain anakmu bisa
wisuda tahun depan dan bisa meraih mimpinya ya, aamiin.
Adek, maaf belum bisa
jadi kakak yang baik. Kita prihatin bersama, berusaha bersama untuk ngebanggain
orang tua kita yaa, aamiin.
Dina, Lia, Indri, Ilma,
Dyah, dan Wira makasih ya udah jadi keluarga kecilku selama di Jakarta. Semangat
yaa, bentar lagi kita akan menjadi pejuang skripsi :p. Lulus bareng yaa tahun
depan, aamiin.
Mbak Ika, Mbak Woro,
Mbak Jenny, dan Teh Susi makasih ya buat jadi keluarga kecilku selama di
Jakarta. Aku bakal merindukan kalian semuanya karena kalian bentar lagi akan
meninggalkan kos an kecil kita.
Minta doanya ya, semoga tahun 2014 di belakang
namaku sudah tersemat huruf S, p, dan d
disana J,
aamiin.
Oiya, Hari ini Dyah datang ke rumahku memberi surprise. Ternyata sahabat-sahabatku
sudah merencanakannya :’). Aku sungguh mengharu biru *lebay yak*. Satu per satu
dari Dina, Lia, Indri, dan Ilma menelponku dan mengucapkan selamat ulang
tahun. Berawal dari Lia yang menyanyikan lagu Happy Birthday to You dengan suaranya yang merdu :D, dilanjutkan
dengan ilma, indri, dan dina. Kata ilma semoga bisa membuat orang tua bangga
dan lulus sama – sama tahun depan, kata indri semoga aku tambah tua kayak nenek
nenek, jahat haha terus kata Dina semoga cepet dipertemukan dengan jodohnya,
aamiin ya Allah :’). Saranghaeyo :***.
Salam sayang,
Klaten, 31 Juli
2014
Dari seorang anak,
kakak, dan sahabat
Silvi Dyah
Damayanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar